4.30.2013

BAB I


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Jika orang awam mendengar istilah belajar, biasanya pikiran mereka tertuju pada sekolah. Mereka beranggapan bahwa belajar hanya terjadi di sekolah yang berhubungan dengan mata pelajaran. Belajar itu harus ada guru dan buku. Namun pada hakikatnya belajar itu tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Arief S. Sadiman, R. Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito (2011: 2) berpendapat bahwa ”belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya”. Solchan T. W. Et al (2009: 1.39) juga berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara tetap melalui pengalaman, pengamatan, dan bahasa, yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar atau perubahan tingkah laku itu berkaitan dengan pengetahuan, sikap atau ketrampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami atau dikuasai sebelumnya.
1
Agus Taufiq, Hera L. Mikarsa, Puji L. Prianto (2010: 5.4) menyimpulkan  bahwa belajar adalah aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan  pengetahuan, perilaku, dan pribadi yang bersifat permanen. Sedangkan Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 9) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Namun tidak semua perubahan tingkah laku dapat disebut belajar. Perubahan tingkah laku tersebut hendaknya terjadi sebagai akibat interaksi antara individu dengan lingkungannya, bukan karena pertumbuhan fisik. Perubahan ini juga harus bersifat relatif permanen, tahan lama, dan tidak berlangsung hanya sesaat saja.
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar baik secara langsung maupun tidak langsung. Belajar langsung artinya siswa mengamati dan berinteraksi langsung dengan obyek yang ingin dipelajari, sedangkan belajar tak langsung artinya siswa secara aktif berinteraksi dengan media atau sumber belajar yang lain. Guru memang bukan satu-satunya sumber belajar, walaupun tugas dan peranannya dalam proses belajar mengajar sangat penting. Arief et al (2011: 3) mengemukakan ”kalau ditilik dari sejarah perkembangan profesi guru, tugas mengajar sebenarnya adalah pelimpahan dari tugas orang tua karena tidak mampu lagi memberikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap tertentu sesuai dengan perkembangan zaman”. Masalah pokok yang dihadapi mengenai belajar adalah bahwa proses belajar tidak dapat diamati secara langsung dan kesulitan untuk menentukan kepada terjadinya perubahan tingkah laku belajarnya. Kita hanya dapat mengamati terjadinya perubahan tingkah laku tersebut setelah dilakukan penilain (Oemar Hamalik, 2003: 155).
Mata pelajaran bahasa Indonesia di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan bangga  menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatajan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya intelektual manusia Indonesia (Permen No. 22 Tahun 2006).
Pengajaran bahasa Indonesia dijalankan melalui pendekatan komunikatif, pendekatan tematis, dan pendekatan terpadu. Pendekatan komunikatif mengisyaratkan agar pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diorientasikan pada penguasaan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi (bukan pembekalan pengetahuan kebahasaan saja). Pendekatan tematis menyarankan agar pembelajaran bahasa diikat oleh tema-tema yang dekat dengan kehidupan siswa, yang digunakan sebagai sarana berlatih membaca, mendengarkan, menulis, dan berbicara. Pendekatan terpadu menyarankan agar pembelajaran bahasa Indonesia didasarkan pada wawasan Whole Language, yaitu satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah (Edelsky, Froese, Goodman, dan Weaver (dalam Puji Santosa, dkk, 2011: 2.3)). Dengan konsep itu, dalam jangka panjang, target penguasaan kemahirwacanaan itu bisa tercapai.
Prinsip yang mendasari guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai sebuah keterampilan, antara lain pengintegrasian antara bentuk dan makna, penekanan pada kemampuan berbahasa praktis, dan interaksi yang produktif antara guru dengan siswa. Prinsip pertama menyarankan agar pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa bahasa Indonesia yang sangat linguistis. Prinsip kedua menekankan bahwa melalui pembelajaran bahasa Indonesia, siswa diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Penilaian hanya sebagai sarana pembelajaran bahasa, bukan sebagai tujuan. Sedangkan prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas bahasa tercipta masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai ‘pemicu’ kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu atau pemberi informasi pengetahuan bahasa Indonesia agar dihindari.
Kegiatan berbahasa merupakan salah satu bagian penting dari kehidupan manusia. Siswa di sekolah dasar wajib mempelajarinya, baik yang bersifat reseptif maupun produktif. Ketrampilan berbahasa mencakup empat komponen, yakni (1) ketrampilan menyimak (listening skills), (2) ketrampilan berbicara (speaking skills), (3) ketrampilan membaca (reading skills), dan (4) ketrampilan menulis (writing skills) (Nida, Harris dan Tarigan (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 1)).
Muhana Gipayana (2011: 2) menyatakan bahwa tujuan aspek mendengarkan dan membaca adalah sama-sama untuk memahami. Aspek mendengarkan bertujuan memahami wacana lisan dan aspek membaca bertujuan memahami wacana tilis. Sifatnya aktif reseptif, artinya bersifat menerima secara aktif. Sedangkan tujuan aspek berbicara dan menulis sama-sama untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi. Aspek berbicara untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dan aspek menulis secara tulis.  Dalam era modern, penguasaan bahasa tulis sangat diperlukan, namun pada kenyataannya ketrampilan menulis siswa di sekolah masih sangat kurang mendapatkan perhatian. Sedangkan sebagian besar keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar disekolah banyak ditentukan melalui kegiatan menulis. Oleh karena itu kemampuan menulis dirasa sangat penting bagi siswa, khususnya siswa sekolah dasar.
Menulis adalah rangkaian proses berpikir. Proses berpikir berkaitan erat dengan kegiatan penalaran. Penalaran yang baik dapat menghasilkan tulisan yang baik pula. Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau mediumnya (Suparno dan Mohammad Yunus, 2008: 1.3). Salah satu kegiatan menulis yang harus digalakkan bagi siswa SD yaitu menulis karya sastra, khususnya puisi. St. Y. Slamet (2008: 97) berpendapat bahwa “menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Oleh karena itu menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru dikuasai”.
Rachmad Djoko Pradopo (2006: 3) mengemukakan bahwa puisi sebagai sebuah karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macan aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji dari jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sudut kesejarahannya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami perubahan, perkembangan.

Puisi itu karya estetis dan bermakna. Hal-hal yang akan dikemukakan dalam puisi itu dapat dicari melalui pemikiran atau pengamatan. Secara mudah, misalnya kita akan menulis puisi yang berhubungan tentang obyek yang ada dalam alam sekitar. Kita cukup melakukan pengamatan terhadap obyek yang akan dijadikan puisi, misalnya bunga. Dan dari hasil pengamatan itulah kemudian dipilih lalu ditentukan mana-mana yang akan diungkapkan dalam puisi.
Pembelajaran menulis puisi di SD sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bertujuan meningkatkan keterampilan murid dalam berbahasa secara tepat dan kreatif, meningkatkan kemampuan berpikir logis dan bernalar, serta meningkatkan kepekaan perasaan dan kemampuan murid untuk memahami dan menikmati karya sastra. Selain itu, pembelajaran menulis puisi dimaksudkan agar murid terdidik menjadi manusia yang berkepribadian, sopan, dan beradab, berbudi pekerti yang halus, memiliki rasa kemanusiaan, berkepedulian sosial, memiliki apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, berimajinasi, berekspresi secara kreatif baik secara lisan maupuan tertulis. Pembelajaran menulis puisi juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan murid dalam menikmati menghayati, dan memahami karya puisi. 
Menulis puisi sebagai salah satu aspek yang diharapkan dikuasai murid dalam pembelajaran, menekankan pada kemampuan mengekspresikan dalam bentuk sastra tulis yang kreatif dan dapat membangkitkan semangat, pikiran, dan jiwa pembaca. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh hikmah berdasarkan puisi yang dibaca.
Pembelajaran sastra (khususnya puisi) bertujuan untuk meningkatkan daya apresiasi siswa agar timbul rasa penghayatan terhadap nilai-nilai seni yang dikandung dalam karya tersebut. Nilai-nilai inilah yang nantinya dapat membentuk kehalusan budi seorang siswa. Dengan begitu setiap anak yang belajar sastra (khususnya puisi) akan memiliki rasa keindahan (estetik) yang memadai (Djago Tarigan, 2002: 10.42). Pembelajaran menulis puisi dapat membantu murid untuk  mengekspresikan gagasan, perasaan, dan pengalamannya. Dengan melatih murid menulis puisi, seorang guru dapat membantu murid mencurahkan isi batinnya, ide, dan pengalamannya melalui bahasa yang indah.
Keterampilan menulis puisi dirasa perlu ditanamkan kepada siswa di sekolah dasar, sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk mengapresiasikan puisi dengan baik. Mengapresiasikan sebuah puisi bukan hanya ditunjukan untuk penghayatan dan pemahaman puisi, salah satunya juga berpengaruh mempertajam kepekaan batin atau sosia (Puji Santosa, dkk., 2011: 8.33). Kemampuan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor penting dalam proses pembelajaran menulis puisi. Selain penerapan model, metode dan media yang tepat juga yang sangat menentukan adalah peranan guru dalam proses pembelajaran terhadap siswa.
Harapan yang tidak pernah sirna dan selalu guru tuntut adalah bagaimana bahan pelajaran yang disampaikan guru khusunya dalam menulis puisi ini dapat dikuasai anak didik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berbeda. Keluhan-keluhan guru sering terlontar hanya karena masalah sukarnya mengelola kelas. Akibat kegagalan guru mengelola kelas, tujuan pengajaran pun sukar untuk dicapai. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi, karena usaha yang dapat dilakukan masih terbuka lebar.
Untuk mengatasi masalah inilah dalam kegiatan belajar menulis puisi guru memerlukan suatu alat sebagai media untuk mentransfer ilmu pengetahuan agar pembelajaran yang diterima siswa lebih bermakna, alat inilah yang biasa disebut sebagai media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Dalam pembuatan ataupun pemilihan media pembelajaran biasanya guru sering mengalami berbagai kendala seperti kurangnya waktu dalam mempersiapkan membuat media, kesulitan memperoleh bahan, atau terbatasnya pilhan media yang disediakan sehingga guru enggan menggunakan media untuk menyampaikan materi. Terpaksa mereka hanya mengandalkan buku materi sebagai sumber utama dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan hasil pengamatan tanggal 31 Januari 2013 di SDN Sareng 02, dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di SDN Sareng 02 masih dijumpai beberapa kendala, terutama untuk menulis puisi. Kendala yang terkadang ditemui oleh murid dalam menulis puisi antara lain, murid kesulitan menemukan ide, kesulitan menentukan kata-kata dalam menulis puisi, kesulitan dalam memulai menulis, kesulitan mengembangkan ide menjadi puisi karena minimnya penguasaan kosakata, dan kesulitan menulis puisi karena tidak terbiasa mengemukakan perasaan, pemikiran, imajinasinya, serta kurang mampu menghubungkan antara dunia khayal dengan dunia nyata ke dalam puisi.
Adapun pelaksanaan pembelajaran kelompok juga dirasa kurang efektif pada materi menulis puisi karena dalam pembelajaran siswa cenderung ramai membicarakan hal-hal di luar konteks pembelajaran. Tugas kelompok hanya didominasi oleh salah satu siswa saja. Siswa kurang memiliki rasa tanggung jawab, kerjasama yang baik dengan siswa lain, rasa saling percaya, saling menghargai dengan siswa lainnya dalam penyelesaian tugas kelompok di kelas. Pembelajaran kelompok yang demikian, mengakibatkan siswa kurang termotivasi untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Motivasi siswa yang rendah membuat hasil belajar yang dicapai oleh siswa kurang optimal. Siswa yang benar-benar paham dengan tugas kelompok hanya siswa yang mengerjakan tugas saja. Nilai tugas akhir dan ulangan harian yang didapat siswa tidak mencapai rata-rata yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan pembelajaran Bahasa Indonesia khusunya pada materi menulis puisi tersebut.
Pada kesempatan kali ini peneliti mencoba memanfaatkan hal yang paling mudah ditemui dan paling sederhana untuk dijadikan sebagai media pembelajaran, yakni lingkungan alam sekitar. Lingkungan alam sekitar memiliki potensi yang sangat baik untuk menjadi inspirasi dalam mebuat sebuah karya puisi. Hanya dengan menentukan sebuah obyek di alam yg dilihat secara langsung, siswa akan mendapatkan ide sekaligus tema untuk puisi yang akan dibuat tanpa memerlukan waktu yang terlalu lama.
Sebelumnya juga pernah dilakukan penelitian yang sama berupa PTK oleh Dwi Yunitasari dengan judul ”Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sebagai Media Pembelajaran Untuk  Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Puisi Dengan Tema Lingkungan Kelas V Midu Pepelegi Waru Sidoarjo”. Berdasarkan hasil observasi di kelas V Midu Pepelegi Waru Sidoarjo, diketahui bahwa banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), hanya 23 siswa dari 41 siswa. Dan 56% siswa mencapai KKM dan 44%  siswa belum mencapai KKM. Padahal ketuntasan minimal (KKM) adalah 75% dari jumlah seluruh siswa dalam satu kelas tersebut harus tuntas belajar. Dengan menggunakan uji t signifikasi 5% db = N – 1 db = 41 −1 = 40, diperoleh t tabel 2,00 dan t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 8,83> 2,00, ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik setelah memanfaatkan lingkungan sebagai media pada bidang studi Bahasa Indonesia.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas serta penelitian bandingan yang menunjukkan adanya signifikansi, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang sama dengan judul ”Pengaruh Pemanfaatan Media Lingkungan Alam Sekitar Terhadap Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas V SDN Sareng 02 Kecamatan Geger Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B.  Batasan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah tersebut maka batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Pemanfaatan media lingkungan alam sekitar pada pembelajaran Bahasa Indonesia ini adalah lingkungan alam disekitar sekolah, sehingga diharapkan mampu menginspirasi dan mempermudah siswa dalam menentukan tema untuk menulis puisi
2.    Kemampuan menulis puisi pada pembelajaran Bahasa Indonesia ini ditekankan pada penulisan puisi kontemporer yang memiliki gaya bahasa lebih bebas dan lebih ekspresif.


C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti dapat menuliskan rumusan masalah sebagai berikut:
“Adakah pengaruh pemanfaatan media lingkungan alam sekitar terhadap kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN Sareng 02, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Tahun Pelajaran 2012/2013?”

D.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah  untuk mengetahui pengaruh media lingkungan alam sekitar  terhadap kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN Sareng 02, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Tahun Pelajaran 2012/2013.

E.  Kegunaan Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian dapat memberikan manfaat atau kegunaan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat atau kegunaan bagi peneliti maupun orang lain. Berikut beberapa manfaat yang penulis kemukakan dalam penelitian ini:
1.        Bagi siswa
         Untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia serta kemampuan dalam menulis puisi.


2.        Bagi guru
Penelitian ini dapat membantu dalam memilih media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran serta berguna untuk mengambil kebijaksanaan khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
3.        Bagi sekolah
a.       Sebagai bahan pertimbangan sekolah dalam pengembangan media pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.
b.       Sebagai usaha meningkatkan standar kualitas pendidikan.
4.        Bagi peneliti
a.         Dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang diajarkan.
b.         Dapat mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai dalam pemecahan masalah.
c.         Dapat membantu siswa belajar dalam berpikir secara sistematis dalam berbagai masalah yang dihadapi.
5.        Bagi peneliti lain
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai acuan dalam melakukan penelitian sejenisnya dengan lingkup masalah yang lebih luas.




F.   Definisi Operasional
  1. Media lingkungan alam sekitar
Media lingkungan alam sekitar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang ada di alam sekitar siswa berupa obyek nyata (tumbuhan, hewan, ataupun benda mati) yang dapat diamati secara langsung serta dapat membantu siswa dalam mempelajari materi yang diajarkan oleh guru khususnya dalam menulis puisi sehingga siswa merasa lebih tertarik dan bersemangat untuk melaksanakan proses pembelajaran.
2.      Kemampuan menulis puisi
Kemampuan menulis puisi yang dimaksud disini yaitu kemampuan siswa untuk mengungkapkan sebuah obyek alam yang diamati menjadi sebuah karya seni berupa puisi khususnya puisi kontemporer yang sesuai dengan kaidah-kaidah penulisannya sehingga dapat dinikmati oleh pembaca.

VHEE © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute