6.21.2012

DOA SALAH JURUSAN


          Seorang santri muda tengah menunggui bayinya yang lahir prematur dan dalam kondisi kritis, tengah tergolek lemas di dalam inkubator. Tubuhnya membiru dengan ssejumlah selang menempel diatasnya. “ Harap tabah,” pesan dokter kepadanya. Melihat kondisi yang nampaknya tidak bisa diharapkan, naluri santrinya tergerak. Ia ingat tradisi di kampung soal dukungan doa berjama’ah yang diyakini lebih manjur ketimbang berdoa sendirian. Sementara ia sendiri di rumah sakit menunggui sang bayi dan ibunya, ia menghubungi orang rumah untuk mengadakan  ritual tradisi itu.
          Di kampung santri, tradisi berdoa secara berjamaah semacam ini tak sulit dijalankan. Banyak sesepuh desa yang merupakan pendoa ulung, keluarga besarnya pun keluarga santri. Malangnya, ssat itu seluruh kiai dan pendoa terbaik, termasuk anggota keluarga besarnya tengah menjalankan ritual ziarah wali. Hingga yang tersisa hanyalah para pekerja atau jika ada pendoa, hanyalah ppendoa kelas bawah, yang biasanya hanya menjadi jama’ah penggembira. Tapi saat genting ini, dialah satu-satunya yang layak menjadi imam.
          Si bapak muda merasa sedih, disatu sisi anaknya tengah berjuang melawan maut sehingga butuh doa kelas wahid. Namun disisi lain, yang tersisa hanyalah pendoa seadanya. Maka ia pun semakin pasrah akan nasib bayinya. Tapi, dasar imam papan bawah, doa yang diucapkan layaknya mantera hafalan tanpa tahu makna dan diucapkan tanpa lafal yang jelas ini, ternyata salah : doa untuk mempercepat kematian!
          Lengkap sudah. Di mata bapak muda yang menerima informasi tentang kekeliruan doa yang dipanjatkan berjamaah ini, nasib anaknya sudah ditentukan. Tinggal mempersiapkan ketabahan hati. Doa yang salah alamat itu hanya isyarat, Tuhan belum mempercayakan anak itu kepadanya. Ia pun menyerah.
          Namun belum genap kepasrahan itu berjalan, mendadak berganti ketakjuban. Esok paginya, ia melihat mulut anaknya bergerak-gerak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Prediksi dokter bahwa anak itu harus mengeram di inkubator setidaknya selama 3 bulan, ternyata hanya dijalani kurang dari 2 minggu. Kini anak yang menghebohkan itu tumbuh sehat dan cerdas.
          Setiap kali memandangi wajah anaknya dengan penuh rasa takjub, selalu diikuti rasa takjub berikutnya : takjub pada para pendoa kelas bawah, yang berdoa karena hanya doa itu yang dihafal, ya…hanya hafalan, yang tidak dipahami maknanya, keliru pula, tapi Tuhan mengabulkan sesuai yang diharapkan, bukan sesuai doa yang tidak dipahami.
          Maka sebenarnya inilah Tuhan yang Maha Kuasa, tambah lagi sifatnya : Maha Suka-suka. Bukan pada kualitas doanya, atau kelas pendoanya, atau suara fasihnya yang merdu sehingga ia justru takjub pada suaranya sendiri, yang membuat sebuah doa bisa terkabul. Mau dikabulkan atau tidak, suka-suka Tuhan. Bukan karena mutu doa atau pendoanya. Agaknya, kita perlu waspadai sifat Tuhan yang satu ini.

VHEE © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute