3.24.2009

Nagabonar Jadi 2


Beberapa tahun kebelakang dunia pustaka tanah air disemarakkan dengan novel yang didaptasi dari skenario film. Untuk novel adaptasi film Indonesia modern pelopornya adalah novel Biola Tak Berdawai (Akoer,2004) karya Seno Gumiro Ajidarma yang mengadaptasi skenario film arahan sutradara Sekar Ayu Asmara : Biola Tak Berdawai (2003). Setelah itu novel-novel adaptasi film terus bermunculan menyusul kesuksesan film-film yang diadaptasinya.

Pertanyaan terbesar yang selalu muncul ketika melihat novel adaptasi film beredar di pasaran adalah : “Samakah novel dengan filmnya ?”. Bagi yang tak suka membaca mungkin akan berkata, “ Buat apa beli bukunya? Nonton saja filmnya!”. Bagi masyarakat kita yang katanya memiliki tingkat membaca yang rendah dibanding negara-negara lain, sepertinya orang akan tertarik menonton filmnya dibanding membaca novelnya. Lalu kenapa harus dibuat novelnya ?

Tentunya selain untuk mendompleng kesuksesan filmnya, atau malah untuk sarana promosi filmnya, ada berbagai alasan mengapa novel-novel adaptasi film masih terus dibuat hingga kini. Apapun alasannya, hal ini tentunya membawa dampak positif dalam dunia perbukuan, antara lain dalam menambah jumlah ragamnya bacaan yang pada gilirannya akan turut menstimulasi gairah baca masyarakat.

Sebenarnya penulis novel adaptasi memiliki keleluasaan penuh dalam mengembangkan karyanya karena medium novel memiliki ruang yang lebih luas dalam mendeskripsikan karakter tokoh atau adegan-adegan yang sulit untuk divisualkan, atau menambah kisah-kisahnya untuk memperkuat plot dan memperlancar alur cerita.

Sayangnya dari novel-novel adaptasi yang telah diterbitkan, kecuali novel Biola Tak Berdawai, novel-novel tersebut umumnya tidak memberikan hal yang baru bagi pembacanya karena akhirnya hanya memindahkan naskah skenario menjadi sebuah novel. Untungnya hal ini tak terjadi dalam novel adaptasi skenario film terbaru : Nagabonar Jadi 2 karya Akmal Nasery Basral.

Novel Nagabonar Jadi 2 ini terbit saat filmnya masih diputar dan dalam waktu singkat telah ditonton oleh satu juta penonton Indonesia. Kini setelah novelnya beredar di toko-toko buku, pertanyaan mendasar soal kesamaan dan perbedaan antara novel dengan filmnya tetap menjadi hal yang selalu ingin diketahui oleh publik buku tanah air.

Untungnya soal perbedaan dan persamaan antara novel dan filmnya disinggung dalam Exordium (Kata Pengantar) novel Nagabonar Jadi 2 yang menyatakan bahwa novel ini memiliki kesamaan dalam hal nama dan karakter tokoh, alur cerita, peta konflik, sampai akhir kisah. Dan yang menjadi perbedaan fundamentalnya adalah : perbedaan cara pandang. Jika filmnya dinarasikan menurut sudut pandang orang ketiga, maka novelnya menggunakan pendekatan orang pertama sebagai pencerita, yaitu Nagabonar sendiri. Hal ini mengingatkan kita pada novel Biola Tak Berdawai yang mengambil sudut pandang yang berbeda dengan filmnya

Kisah dalam novel ini dibuka persis sama dengan filmnya yaitu deskripsi perkebunan kelapa sawit milik Nagabonar. Dikisahkan Nagabonar sedang berada di pusaran ketiga orang yang disayanginya : Emak, Kirana, dan Bujang. Ia bermaksud pamitan pada mereka karena sebentar lagi Bonaga, anak semata wayangnya yang telah menjadi pengusaha sukses akan menjemputnya untuk menuju Jakarta.

Awalnya Nagabonar tak mengetahui maksud sebenarnya Bonaga mengajaknya ke Jakarta. Sesampai di Jakarta barulah Bonaga mengutarakan maksudnya mengajak ayahnya ke Jakarta adalah untuk menyampaikan keinginannya untuk membangun sebuah resort di perkebunan sawit milik ayahnya. Tentu saja hal ini ditolak mentah-mentah oleh Nagabonar karena di perkebunan itu terdapat ketiga kuburan orang-orang yang dicintainya. Apalagi ketika mengetahui bahwa calon investornya adalah orang-orang Jepang, bangsa yang dimusuhi oleh Nagabonar semenjak jaman perjuangan dulu

Selain konflik soal perkebunan kelapa sawit ada pula kisah cinta antara Bonaga dan Monita. Sebetulnya mereka saling mencintai, namun Bonaga yang dibesarkan tanpa sentuhan seorang ibu mengalami kesulitan untuk menyatakan cintanya secara langsung pada Monita, padahal pernyataan cinta inilah yang ditunggu-tunggu Monita sebagai seorang wanita.

Diantara dua konflik tersebut dikisahkan juga kisah perjalanan Nagabonar berkeliling Jakarta dengan bajay yang dikemudikan Umar yang kelak akan menjadi sahabatnya selama di Jakarta. Pada deskripsi inilah banyak terjadi kelucuan dan kritik-kritik Nagabonar terhadap kehidupan sosial di Jakarta. Antara lain soal bajay yang tidak boleh masuk kawasan protokol, patung Jendral Sudirman yang menghormati mobil2 yang berseliweran di depannya, sikap para pemakai jalan di Jakara, arti kepahlawanan, dll.

Seperti filmnya, novel ini sebenarnya penuh dengan pesan-pesan humanis yang membumi, namun karena ditulis dengan lancar dan dikemas dalam bentuk dialog-dialog yang umunmya dibumbui dengan humor cerdas membuat pesan-pesan yang disampaikan menjadi menarik dan untuk disimak karena terkesan tak menggurui.

Tidak ada tokoh antagonis dalam novel ini, namun bukan berarti kisahnya menjadi tak menarik, karena yang menjadi antagonisnya justru aneka peristiwanya itu sendiri yang pada intinya merupakan kisah pertentangan pemikiran antara generasi Nagabonar dengan generasi Bonaga yang kelak akan berujung kepada kesadaran mengenai arti penting cinta dan keluarga bagi si anak.

Lalu kembali pada petanyaan diatas. Apa yang membuat novel ini berbeda dibanding filmnya ? Menurut mereka yang telah menonton filmnya dan membaca buku ini, buku ini tetap mengundang gejolak emosi yang membuat pembacanya tertawa dan menitikkan air seperti halnya jika menonton filmnya. Walau plot, karakter dan ending novelnya sama seperti filmnya, novel ini lebih lengkap dibanding filmnya.

Tidak seperti novel-novel yang diadaptasi dari skenario film lainnya yang umumnya hanya memindahkan naskah skenario apa adanya kedalam sebuah novel. Pada novel ini ada perbedaan yang cukup signifikan. Selain perbedaan sudut pandang yang telah disebutkan di atas, novel ini juga menyajikan ‘kedalaman’ dibanding filmnya, terlebih dalam hal monolog tokoh Nagabonar yang tentunya semakin memperkuat karakter Nagabonar dibanding filmnya.

Selain itu ada juga kisah-kisah lain yang tak terdapat dalam film seperti kisah bagaimana Nagabonar mendapat pangkat Jenderal dan dialog antara Lukman dan Nagabonar soal sastrawan angkatan 45 : Idrus, yang menulis cerpen “Surabaya” dan “Corat-coret di bawah tanah”. Bagian ini menarik, karena pembaca yang tidak mengenal karya-karya idrus sedikit banyak akan mengetahui isi cerpen yang membuat Idrus terkenal karena berisi kritik Idrus pada mereka yang di awal-awal kemerdekaan disebut sebagai pahlawan.

Yang mungkin agak disayangkan adalah novel ini tak mendeskripsikan lebih dalam bagaimana perjuangan Nagabonar yang setelah ditinggal mati orang-orang yang dikasihinya harus membesarkan Bonaga seorang diri sambil mengusahakan perkebunan kepala sawitnya, bahkan bisa menyekolahkan Bonaga hingga S2 di Inggris. Memang ada beberapa narasi yang menyinggung kisah ini secara singkat, seandainya kisah ini digali lebih dalam lagi, hal ini akan bermanfaat untuk memberi gambaran pada pembacanya bagaimana karakter Nagabonar dan Bonaga terbentuk hingga menjadi seperti sekarang.

Dari segi kemasan, novel ini dikemas dengan sampul yang sama dengan poster filmnya. Namun uniknya, tidak seperti pada poster filmnya dimana Nagabonar (Dedy Mizwar) dan Bonaga (Tora Sudiro) disatukan, di novelnya justru dipisahkan sehingga pembeli bisa memilih novel dengan sampul foto tokoh mana yang akan mereka pilih, Bonaga atau Nagabonar ? Satu langkah pengemasan yang cerdik karena memberi kesempatan calon pembeli untuk memilih sampul novel sesuai dengan yang dikehendakinya.

Sayangnya dari segi lay out isi, tampaknya penggunaan hurufnya terlalu kecil, sehingga menganggu kenyamanan membacanya. Entah mengapa novel-novel yang diterbitkan AKOER kini cenderung menggunakan huruf-huruf yang bagi sebagian orang tampak terlalu kecil. Hal ini tampak di dua terbitan AKOER sebelumnya yaitu Saraswati (2006)– Kanti W Janis, dan Digitarium (2006) – Baron Leonard yang juga menggunakan ukuran huruf yang lebih kecil dibanding novel-novel pada umunya.

Namun dari segala kelebihan dan kekurangannya, bagi yang belum menonton filmnya, novel ini sangat baik untuk dijadikan bekal sebelum menonton filmnya. Bagi yang telah menonton filmnya, novel ini tetap memberikan kenikmatan dalam membacanya karena dapat melengkapi apa yang telah ditontonnya.

Sama seperti yang diungkap dalam sinopsis filmnya di situs resmi film Nagabonar Jadi 2 (www.nagabonar.com ) , kisah Nagabonar Jadi 2 memberikan pesan pada pembacanya tentang : CINTA laki-laki dan perempuan, CINTA orangtua dan anak, CINTA dalam persahabatan, CINTA tanah air, termasuk CINTA dalam melihat “perbedaan”. Dan juga seperti yang selalu diungkapkan oleh Dedy Mizwar dalam setiap promo filmya, kisah ini mengajak kita semua untuk melihat Indonesia dengan hati.

3.18.2009

KATA TEMEN Q, HIDUP ITU . . . . ??!?

Hidup ini bukan tentang berapa banyak orang meneleponmu,
Dan juga bukan siapa pacar dan bekas pacar kamu dan yang belum kamu pacari,
Bukan tentang siapa yang kamu cium,
Olah raga apa yang kamu mainkan atau pemuda mana yang menyukaimu,
Bukan tentang sepatumu atau warna rambutmu,
Atau warna kulitmu atau tempat tinggalmu atau sekolahmu,
bahkan juga bukan tentang nilai-nilaimu,
Uang, baju, atau perguruan tinggi yang akan menerimamu,
Hidup inin bukan tentang apakah kamu seorang diri,
Dan bukan apakah kamu diterima atau tidak oleh lingkunganmu,

Hidup bukanlah tentang itu . . . . . .

Namun hidup ini adalah tentang siapa yang kamu cintai dan kamu sakiti,
Tentang bagaimana perasaanmu,
Tentang dirimu sendiri,
Tentang kepercayaan, Kebahagiaan, dan welas asih,
Hidup adalah tentang menghindari rasa cemburu,
Mengatasi rasa tak peduli dan membina kepercayaan,
Tentang apa yang kamu katakan dan kamu maksudkan,
Tentang menghargai orang apa adanya dan bukan karena apa yang dimilikinya,
Dan yang terpenting , , , , ,
Hidup ini adalah tentang memilih untuk menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dengan cara yang tak bisa digantikan dengan cara yang lain,
Hidup ini adalah tentang pilihan-pilihan itu.

3.05.2009

Twilight


Sebuah kisah cinta terlarang, yang seharusnya tidak boleh terjadi.
Bella Swan, gadis 17 tahun, murid pindahan di SMA sebuah kota kecil Forks, di semenanjung Olimpic. Dia hanyalah gadis biasa korban perceraian kedua orang tuanya yang datang ke Forks untuk hidup bersama ayahnya, Charlie Swan, seorang sheriff, setelah ibunya menikah lagi. Meski sedih dan membenci kota kecilnya yang selalu suram, hujan, dan dingin, Bella berusaha bertahan.
Bella mempunyai masalah dengan keseimbangan tubuhnya. Dia sering kali terjatuh maupun terluka. Kulit wajahnya yang pucat sering kali dijuluki sebagai albino. Sepanjang masa kanak-kanak dia bertanggung jawab secara emosional terhadap ibunya yang kekanakan, membuatnya lebih dewasa secara mental dari remaja seusianya. Kegemarannya terhadap satra klasik, serta sikapnya yang tertutup membuatnya pribadi yang tidak menonjol.

Tetapi dia berjumpa dengan keluarga Cullen, yang kelima anak asuhnya bersekolah di tempat yang sama dengannya. Keluarga dokter Cullen yang kaya dan semuanya memiliki paras elok bak foto model. Sudah cukup buruk dia harus dimusuhi Edward, cowok Cullen yang paling keren dan paling pintar, di hari pertama sekolahnya tanpa dia tahu sebabnya. Namun justru akhirnya Bella harus menerima kenyataan bahwa dia jatuh cinta setengah mati kepada Edward yang sangat menawan itu. Edward yang perilakunya tak pernah terduga. Di satu ketika dia menjauhi Bella, menganggapnya seolah Bella berbau busuk. Namun di suatu ketika dia malah menyelamatkan nyawa Bella yang hampir melayang karena mobil yang tergelincir di salju licin. Tetapi kembali Edward memperlakukannya seperti orang asing yang tak pernah dikenalnya.
Hingga akhirnya sebuah rahasia terkuak bahwa Edward yang sesungguhnya adalah seorang Vampir. Predator manusia yang justru sangat berbahaya. Tetapi Bella yang sudah terlanjur jatuh cinta hanya dihadapkan pilihan untuk maju terus dengan mempertaruhkan nyawanya. Edward yang dicintainya ternyata sangat haus akan darahnya. Dan Bella harus menghadapi cinta yang menyakitkan tanpa ada jalanuntuk kembali.

VHEE © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute